Selamat Datang di Website MAN Alor | Madrasah Plus Keterampilan - Kawasan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)

Antara Disiplin dan Delik: Meninjau Fenomena Pelaporan Orang Tua Terhadap Guru di Sekolah - MAN ALOR

Header Ads



Info Terkini

Antara Disiplin dan Delik: Meninjau Fenomena Pelaporan Orang Tua Terhadap Guru di Sekolah


MAN Alor (Humas)  Dalam  beberapa bulan terakhir, beranda media sosial dipenuhi dengan berita maraknya fenomena pelaporan orang tua terhadap guru di sekolah, terutama berkaitan dengan cara guru mendisiplinkan siswa. Isu ini menarik perhatian karena menyoroti pergeseran hubungan antara guru, siswa, dan orang tua dalam konteks pendidikan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang keseimbangan peran antara orang tua, guru, dan siswa dalam dunia pendidikan serta batas antara tindakan disiplin dan potensi pelanggaran hukum atau delik.

Disiplin merupakan salah satu pilar utama pendidikan. Guru tidak hanya bertugas untuk mengajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga membentuk karakter dengan mengajarkan nilai-nilai atau value’s kepada peserta didik, seperti tanggung jawab, tekunan, dan disiplin. Dalam konteks ini, banyak guru yang merasa perlu menerapkan tindakan disiplin kepada siswa ketika terjadi pelanggaran aturan atau perilaku yang dianggap kurang sesuai. Sayangnya, beberapa tindakan disiplin ini disalahpahami sebagai pelanggaran, baik oleh siswa maupun orang tua. Ketika tindakan disiplin ini sampai pada tahap pelaporan kepada pihak berwajib, muncul pergeseran persepsi: Tindakan yang sebenarnya dimaksudkan untuk mendidik justru dilihat sebagai bentuk pelanggaran atau penyalahgunaan kekuasaan.

Fenomena pelaporan ini seringkali dipicu oleh adanya persepsi yang berbeda antara guru dan orang tua tentang batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mendisiplinkan siswa. Orang tua cenderung mengharapkan agar anak-anak mereka diperlakukan secara lembut dan tidak dihadapkan pada sanksi yang mereka anggap dapat melukai perasaan atau harga diri anak. Sebaliknya, guru terkadang menghadapi situasi sulit, dimana pendekatan yang tegas dibutuhkan demi menanamkan nilai-nilai disiplin. Ketika persepsi ini tidak selaras, konflik dapat terjadi dan berujung pada pelaporan.

Dalam beberapa kasus, pelaporan memang diperlukan untuk mengatasi tindakan yang benar-benar tidak pantas atau berlebihan dari seorang guru. Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi anak-anak mereka dari perilaku yang merugikan. Namun, terlalu mudahnya pelaporan orang tua terhadap guru dapat melemahkan otoritas guru di mata siswa.

Pelaporan dapat dilihat sebagai bentuk kontrol sosial untuk memastikan guru bertindak profesional dan tidak melanggar batas-batas etika. Namun disisi lain, fenomena ini juga menimbulkan resiko bagi guru yang berupaya mendidik dengan tegas dan disiplin. Ketakutan akan dilaporkan seringkali menghalangi guru untuk menegakkan disiplin dan mengarahkan siswa dengan tegas, terutama dalam hal pendidikan karakter.

Ketika siswa melihat bahwa setiap tindakan guru yang tidak mereka sukai dapat berakhir dengan pelaporan, mereka cenderung kurang menghormati guru dan merasa tidak perlu mematuhi aturan sekolah. Padahal, salah satu tugas utama guru adalah pembentukan karakter, sikap disiplin, dan tanggung jawab pada diri siswa. Ketidakseimbangan ini pada akhirnya dapat menciptakan situasi dimana guru merasa tertekan dan tidak bebas untuk mendidik sesuai dengan metode yang dianggap efektif.

Fenomena pelaporan ini menuntut kita untuk mengevaluasi bagaimana institusi pendidikan dapat menjadi tempat yang aman bagi siswa, sekaligus ruang yang memberikan otoritas yang cukup bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Institusi pendidikan perlu beradaptasi dan mengembangkan kebijakan disiplin yang lebih jelas dan komunikatif. Sementara itu, sekolah perlu menjalin komunikasi yang lebih baik dengan orang tua agar mereka memahami bahwa kedisiplinan adalah bagian integral dari pendidikan, bukan bentuk hukuman atau pelecehan.

Dalam hal ini, penguatan program pendidikan karakter dan komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua adalah langkah penting untuk memperkecil kesalahpahaman. Diperlukan pendekatan yang seimbang agar sekolah dapat tetap menjadi tempat yang mendidik tanpa mengurangi hak-hak siswa atau kewenangan guru. Dengan demikian, kita dapat meminimalisasi potensi konflik dan menjaga kepercayaan semua pihak terhadap institusi pendidikan.

Baca: Siswa MAN Alor, Aditia Surya Maulana, Lolos Seleksi POPNAS 2024


Membangun Komunikasi yang Efektif

Salah satu indikator profesionalisme guru adalah kemampuan berkomunikasi dengan baik kepada siswa dan orang tua. Sekolah harus memastikan bahwa ada jalur komunikasi yang terbuka antara guru, sekolah dengan orang tua. Guru harus memberikan laporan perkembangan anak kepada orang tua secara rutin, serta mendengarkan keluhan orang tua dengan empati dan bijaksana. Membangun komunikasi yang baik dengan orang tua adalah salah satu aspek penting dalam menciptakan hubungan yang produktif antara sekolah dan keluarga. Komunikasi yang baik akan membantu mencegah kesalahpahaman, meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, dan memperkuat dukungan terhadap proses belajar siswa.

Komunikasi yang baik antara guru dan orang tua bukan hanya sekedar informasi yang diberikan oleh guru kepada orang tua, tetapi juga melibatkan masukan dan umpan balik dari orang tua mengenai perkembangan anak mereka. Hal ini akan menciptakan hubungan dua arah yang saling menguntungkan. (Epstein, J.L. : 2001)

Komunikasi yang baik dapat dilakukan dalam berbagai cara, baik melalui kunjungan rumah, mengundang orang tua ke sekolah atau melalui pemanfatan teknologi. Dalam era digital saat ini, penggunaan perangkat teknologi menjadi hal yang sangat efektif untuk memperbaiki komunikasi antara guru dan orang tua. Misalnya, penggunaan platform komunikasi seperti watsap, email, aplikasi khusus untuk orang tua, atau pertemuan virtual memungkinkan komunikasi yang lebih cepat dan mudah.

Penting bagi guru untuk secara rutin berkomunikasi dengan orang tua mengenai perkembangan anak, bukan hanya saat ada masalah. Dengan mengirimkan pembaruan rutin mengenai capaian, tantangan, dan kebutuhan anak, orang tua merasa lebih terlibat dan dapat memberikan dukungan yang lebih baik. Van Voorhis, F.L. (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa komunikasi yang rutin dan teratur dengan orang tua dapat meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak mereka.

Membangun komunikasi yang lebih baik dengan orang tua merupakan kunci utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, mendukung keberhasilan siswa, dan mengurangi konflik yang dapat berujung pada pelaporan. Dengan menjaga komunikasi yang terbuka, transparan, empatik, dan konstruktif, hubungan antara guru dan orang tua dapat berjalan dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan anak.


Tidak ada komentar

Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.